SEMUA gara-gara kakakku yang suka menakut-nakuti, aku menjadi panakut, bahkan kalau aku sendirian ke kamar mandi, aku suka membayangkan ada sesosok wajah menakutkan mendekatiku. Ih ngeri, apalagi kalau aku ingat saat menonton TV tentang adanya makhluk halus yang suka menganggu manusia, aku menjadi lebih takut.
Pernah dalam mimpiku, aku didatangi makhluk halus kuntilanak yang suaranya cekikikan membuat bulu kuduk berdiri. Aku kaget, kuntilanak itu mengejarku dan memperlihatkan wajah yang menakutkan; rambutnya panjang terurai dan terbang melayang di udara. Sesaat napasku berhenti, ketika kuntilanak itu mengejar aku. Aku bergegas lari kencang dan tiba-tiba aku terjatuh dari ranjang. Napasku turun naik, ketika aku sadar bahwa itu hanyalah mimpi.
“Makanya kamu harus berdoa kalau mau tidur, kamu kan sudah bisa baca Al-Fatihah, bacalah itu!” ujar ibuku saat aku menceriterakan mimpi dikejar kuntilanak. Aku tak mau terulang lagi mimpi itu, aku benar-benar ngeri dan takut.
Meskipun bapak dan ibuku menasihati berulangkali agar tidak usah takut pada hantu, namun tetap saja aku merasa takut. Lebih-lebih kalau aku di rumah sendirian, aku merasa ada yang memperhatikan. Aku menjadi kesal dan seringkali akhirnya aku marah-marah sendirian di rumah.
Aku sebel sama kakakku, yang kerapkali dengan sengaja menakuti aku dengan suara cekikikan, tentu saja aku marah.
“Justru kalau kamu penakut, maka hantu itu senang kepada orang yang penakut…maka kamu harus berani!” kata kakakku, Ridwan.
“Aku nggak takut…aku sekarang berani!” tiba-tiba secara spontan aku berkata begitu, soalnya bukan apa-apa, aku kesal dengan sikapnya yang terus mempemainkan aku.
“Wah..kalau begitu kamu hebat…aku salut sama kamu …kalau kamu sekarang menjadi pemberani,” katanya.
“Kata ibu juga, hantu itu nggak ada…kamu sih yang nakut-nakuti,!” kataku dengan mencibir.
Kakakku hanya tertawa, kemudian meninggalkanku sendiri. Aku sebenarnya ingin tertawa sendiri, sebenarnya aku masih tetap saja penakut. Kalau tadi mengatakan berani, hanya karena kesal dengan kakakku saja.
Namun aku berpikir, bagaimana menjaili kakakku; soalnya aku ingin sekali membalasnya. Selang setelah beberapa lama berpikir, aku menemukan ide yang bagus untuk menakut-nakuti kakakku. Nanti malam akan aku takut-takuti dengan rekayasa dariku. Aku tersenyum sendirian, ketika merencanakan untuk menakuti kakakku.
Aku sengaja malam itu tidak akan tidur, aku menyiapkan kain sarung berwarna putih. Aku membungkus bantal dengan kain putih itu, mirip seperti mayat yang akan dikuburkan.
Setelah siap, aku membawa bantal itu ke kamar kakakku yang tidak jauh dari kamarku. Aku menyimpan bantal yang dibungkus kain putih di dekat pintu dalam posisi berbaring, sehingga mirip mayat.
Kulihat kakaku sedang tidur nyenyak sekali. Waktu sudah menunjukkan jam 10 lebih. Aku bergegas keluar kamar lagi dan menutup pintu kamar kakakku yang tidak dikunci.
Setelah berada di luar, aku menggedor pintu kamarnya sekuat tenaga, dengan tujuan agar kakakku bangun. Betul saja, tidak lama kakakku berteriak :”Siapa itu?”
“Kak, aku …aku mau tidur dengan kakak,” kataku pura-pura.
Aku tidak mendengar suara kakaku. Namun tiba-tiba tanpa diduga, kakakku berteriak-teriak dengan penuh ketakutan, “Ada mayat….ada mayat di sini!” suaranya keras.
Tentu saja bapak dan ibuku yang sedang tertidur pulas mendadak bangun dan mendekati kamar kakakku.
“Ada apa?” tanya bapak kepadaku.
“Nggak tahu…kakak berteriak-teriak ketakutan,” kataku pura-pura tidak tahu.
Bapak dan ibu lantas membuka pintu kamar kakakku. Mereka sempat terperanjat kaget ketika melihat di lantai ada sosok benda yang menakutkan.
Kakakku langsung loncat dari ranjang dan segera memegang tangan bapak. Aku segera masuk,
“Ada apa sih kak?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Tuh lihat ada mayat?” katanya menunjuk kearah benda yang sengaja kubuat.
Aku sama sekali tidak takut, aku segera mendekati benda itu. Tanpa pikir panjang aku menendang benda itu dan terbuka kain putihnya.
“Mengapa mesti takut? Ini kan bantal!....” kataku bak pahlawan yang menang dalam peperangan.
Kakakku bengong dan tidak mengerti.
“Siapa sih yang menyimpan bantal di sini?” tanya kakakku.
“Aku nggak tahu…aku kaget saja mendengar kakak berteriak-teriak ketakutan,” kataku dengan mimik wajah serius.
Bapak dan ibu hanya terdiam; mereka saling menatap, entah apa yang ada dalam hati mereka. Lalu ibuku berkata,
“Sudahlah…makanya jangan suka menakut-nakuti ….jadinya kamu sendiri ada yang menakut-nakuti..”
Aku tersenyum dalam hati. Tanpa banyak bicara aku bergegas masuk ke dalam kamar dan segera saja aku tidur, meskipun dalam hati aku ingin tertawa mengingat kelakukanku sendiri yang membuat seisi rumah jadi ramai.
Sejak kejadian itu, kakakku tidak berani lagi menakut-nakuti aku lagi. Namun dalam hatiku, tetap saja masih tersimpan rasa takut melihat hantu. Aku suka membayangkan kalau hantu itu bergigi tajam dan menerkam setiap yang ada di hadapannya. Semua itu sebagai akibat pengaruh aku suka menonton televisi.
Tadinya aku tidak suka film horor, namun entah bagaimana awalnya, ketika suatu ketika kakakku menonton, aku ikut-ikutan menyaksikan. Aku sebenarnya takut, tapi aneh aku justru penasaran ingin melihatnya.
Aku berusaha untuk menjadi anak pemberani dan tidak takut tehadap hantu; sebab hantu sesungguhnya tidak pernah ada.
Pernah aku menanyakan kepada guru agama di sekolah dan mendapat penjelasan yang semakin memperkuat rasa percaya diri,
“Makhluk halus itu memang ada, namanya jin. Jin terbagi kepada dua, ada jin yang kafir dan jin yang muslim. Jin kafir itulah yang menjadi setan dan suka menganggu manusia. Namun jin sesungguhnya takut kepada orang yang beriman, yang banyak berzikir kepada Allah. Hantu tidak akan bisa menganggu manusia yang rajin beribadah. Mereka hanya menggoda dan menakut-nakuti agar orang ketakutan dan tidak beriman kepada Allah,”
Penjelasan dari guru agama itu telah mempertebal rasa keyakinanku sendiri. Namun kadang-kadang ada saja yang membuat aku takut terhadap makhluk halus itu. Padahal sampai sekarang pun, aku belum pernah melihat hantu. Semua itu hanyalah banyangan semata yang aku ciptakan sendiri dan pengaruh dari tontonan di televisi.
Setiap hari aku berusaha untuk melawan rasa takut itu sendiri, cara yang aku lakukan adalah memperbanyak zikir dan rajin mengikuti pengajian di mesjid. Untung saja, ustad yang mengajar di mesjid selalu mendorongku agar menjadi anak pemberani.
“Justru sebenarnya yang takut itu hantu kepada kita. Mereka akan takut kalau kita rajin beribadah dan menyebut nama Allah…coba saja sekarang kamu praktikkan setiap hari…kamu rajin beribadah dan melaksanakan salat lima waktu sehari..” kata Pak Ustad.
Aku turuti nasihat itu, dan memang benar. Sedikit demi sedikit rasa takut terhadap hantu mulai berkurang, bahkan dalam hati aku semakin percaya diri kalau hantu itu justru yang takut terhadap kita.
“Pokoknya aku harus menjadi anak pemberani. Aku bukan lagi anak penakut…aku adalah anak pemberani, kalau aku rajin beribadah…” kataku dalam hati seraya mengepalkan tangan. *** Tamat
Jumat, 02 Mei 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar