Selasa, 21 Juni 2011

Mimpi Indah Wulan

            DUNIA rasanya benar-benar indah, itulah yang kini sedang dirasakan Wulan. Siswa SD kelas 6 itu terpilih sebagai calon bintang penyanyi yang diselenggarakan oleh stasiun TV swasta. Memang kerja kerasnya selama ini tidak sia-sia, Wulan seakan tidak mengenal lagi waktu untuk belajar; ia terus berlatih menyanyi, terlebih lagi ibunya sangat ambisi agar anaknya menjai populer. Kalau sudah populer uang akan sangat mudah diperoleh.
            Ketika untuk pertama kali tampil di TV swasta yang ditonton jutaan pemirsa, terlihat wajah Wulan begitu cantik dan anggun. Suaranya yang merdu membuat para hadirin yang mendengarkan ikut terbawa arus indahnya suara Wulan. Semua terpaku, terpana dan melongo; tidak menyangka anak itu akan menjadi calon bintang yang diperhitunngkan di masa depan. Terlebih ketika juri memberikan komentar, nyaris semua memberikan komentar yang positif terhadap penampilan Wulan.
            Tentu saja di sekolah, namanya menjadi pembicaraan siswa yang lain. Tidak sedikit yang iri  melihat Wulan  bak sebuah meteor yang melesat  lepas dari langit, ia kini menjadi sosok yang dielu-elukan dan selalu dinanti kehadirannya oleh para  pemirsa. Ayah dan ibunya sibuk mengurus Wulan dengan mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk mengirimkan SMS dukungan. Semua tetangga diberi pulsa untuk mengirimkan SMS kepada Wulan agar mendukung anaknya berhasil sebagai penyanyi yang sukses. Tidak hanya tetangga, rekan dan kenalan diberi pulsa agar ikut mendukung Wulan yang kelak akan menjadi superstar di dunia musik.
            Entah sudah habis berapa juta rupiah  orangtuanya  agar Wulan  terpilih menjadi idola dan sukses meraih juara pertama dalam perlombaan bintang di TV swasta. Uang pun terpaksa meminjam di bank, sebab mereka yakin kalau anaknya sukses, maka dalam waktu relatif singkat, uang akan mudah kembali. Apalagi selama ini mereka sering mendengar kalau kontrak iklan dengan perusahaan bisa mencapai ratusan juta rupiah.
            Wulan tidak terlihat lagi di sekolah, kecuali hanya beberapa hari saja. Kepala sekolah dan gurunya pun merasa bangga kalau Wulan mampu menembus sebagai bintang populer di TV. Namanya menjadi perbincangan banyak orang serta hampir setiap surat kabar selalu menampilkan wajah Wulan yang manis itu.
            Siti sebagai teman dekat Wulan dan duduknya sebangku di kelas, kerapkali menggelengkan kepala melihat perubahan yang terjadi pada Wulan. Pernah suatu ketika ia sengaja berkunjung ke rumahnya, namun Wulan sudah tidak ada, karena pagi-pagi sekali sudah harus berangkat ke Jakarta.
            “Kasihan Wulan, dia seharusnya belajar di sekolah, bukan disibukkan dengan urusan itu,” ujar Siti seraya menarik napas panjang. Ia tahu betul tentang Wulan, karena selama kelas satu selalu bersama-sama dengan dirinya. Siti mengakui kalau temannya memiliki bakat suara yang luar biasa.
            “Aku hanya ingin memberikan saran dan nasihat saja, kamu jangan sombong dan angkuh kalau sudah menjadi orang terkenal. Kalau kamu sombong, bintang kamu tidak akan lama terangnya,” kata  Siti suatu ketika saat mereka berdua sering bercakap-cakap di kelas.
            “Aku memimpikan sekali menjadi orang populer di negeri. Aku iri kalau melihat ada anak seusiaku yang bisa masuk TV dan disaksikan jutaan pemirsa. Aku ingin sekali seperti itu. Kalau sudah populer, pokoknya aku ingin sekali membawa kamu keliling Indonesia, atau bahkan keliling dunia!” ujar Wulan.
            “Aku hanya berdoa, mudah-mudahan apa yang kamu inginkan dapat terwujud. Aku menyadari dengan keadaanku seperti ini. Aku dilahirkan berbeda dengan kamu. Aku lahir sebagai anak dari keluarga sengsara, sehingga aku hanya berusaha untuk meraih prestasi di sekolah.”         
            “Selama ini aku merasa banyak dibantu oleh kamu dalam bidang pelajaran. Terus terang saja dalam  pelajaran, kamu lebih pintar dan pandai. Bahkan aku sering nyontek kalau ulangan kepada kamu…itu karenanya kamu banyak sekali membantu aku di sekolah,”
            “Kita belajar sama-sama. Selama aku bisa membantu kamu, aku akan berusaha untuk menolong kamu,”
            Siti dan Wulan merupakan dua sahabat yang sejak kecil selalu bersama-sama, bahkan mereka bagaikan kakak-beradik yang saling mengisi. Namun latar belakang kehidupan mereka sangat jauh berbeda. Siti berasal dari keluarga miskin dengan bapaknya yang bekerja sebagai supir bis, sedangkan Wulan berasal dari keluarga kaya yang bapaknya bekerja sebagai komisaris di salah satu Badan Usaha Milik Negara.
            Meski berlatar belakang yang jauh berbeda, namun keduanya sudah terikat persahabatan yang kuat sejak masih kelas 1 SD. Siti memang memiliki prestasi yang luar biasa, bahkan ia beberapa kali menjadi  bintang pelajar di sekolah. Sementara Wulan berprestasi dalam bidang tarik suara. Ia beberapa kali pula menyabet juara menyanyi sampai tingkat Kabupaten. Kemudian ketika mengikuti audisi di salah satu TV swasta, Wulan terpilih sebagai anak yang berbakat sebagai penyanyi populer.
            Sejak Wulan sibuk mengikuti audisi dan sering berada di Jakarta, sejak itu pula hubungan antara kedua sahabat itu mulai terputus, bahkan Siti melihat kalau sahabatnya itu sudah jauh berubah dengan Wulan yang sebenarnya. Siti mulai melihat keganjilan pada pribadi Wulan. Ia lebih cenderung memikirkan karier sebagai penyanyi daripada sekolah, bahkan sempat ada kabar beredar kalau Wulan akan pindah sekolah ke Jakarta.
            Dan memang, kabar itu menjadi kenyataan ketika kepala sekolah memberitahu kalau Wulan sudah mengajukan diri pindah sekolah ke Jakarta. Tanpa ada basa-basi, Wulan begitu saja meninggalkan sekolah. Ia tidak memperlihatkan batang hidungnya di antara teman sekelas, termasuk juga pamitan kepada guru-guru di sekolah. Ia berlalu begitu saja, seolah angin yang berlalu.
            Siti sebagai sahabat dekat sama  sekali tidak diberitahu kepindahan Wulan ke Jakarta. Bahkan ketika ada guru yang memberitahu kalau Wulan sudah bukan lagi siswa di SD ini, Siti bengong dan nyaris tidak percaya.
            “Benarkah dia sudah pindah ke Jakarta?”
          “Betul, Surat-surat pindahnya sudah dibereskan oleh kepala sekolah. Jadi dia tidak lagi menjadi siswa di sini,” jawa Bu Dini seraya menatap Siti yang tampak terlihat masih kaget.
            “Tak kusangka Wulan, kamu tanpa pamitan kepada teman-teman, kamu begitu saja meninggalkan kami,” ujarnya.
            Bagi Siti sendiri, melihat karier Wulan yang semakin menjulang, bahkan tenar sampai ke seluruh nusantara, tentu saja merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Namun ia sangat menyayangkan sifat Wulan yang semakin sombong, bahkan ketika Siti sengaja mengirim surat sekedar  menanyakan kesehatan. Surat itu sama sekali tidak dibalasnya. Tentu saja Siti merasa kecewa, namun apa boleh buat. Toh, ia tidak bisa berbuat apa-apa.
            Siti tak ambil pusing dengan keadaan Wulan. Ia bahkan secara pelan-pelan melupakan sahabatnya itu dan berprinsip tidak akan lagi mengirim surat atau menanyakan keadaan Wulan; toh buat apa kalau dia sikapnya seperti itu?
            Karier Wulan terus melejit. Namanya semakin diperbincangkan banyak orang.  Siti tidak pernah tahu bagaimana keadaan Wulan sekarang ini?  Siti pun sibuk dengan sekolahnya, dan bercita-cita ingin menjadi pelajar yang tetap berprestasi di sekolah.
            Hampir setahun sejak Wulan memenangkan juara menyanyi di TV swasta, Siti tidak pernah tahu keberadaan sahabatnya itu. Ketenaran Wulan pun secara berangsur mulai meredup seiring dengan semakin banyaknya pengganti yang bermunculan. Munculnya pendatang baru mengakibatkan polularitas Wulan pun mulai tersisihkan, apalagi hampir setiap hari selalu ditayangkan para penyanyi baru yang berbakat.
            Tetapi suatu ketika, Siti dibuat kaget ketika di kelas melihat ada Wulan bersama kepala sekolah masuk ke kelas.
            “Anak-anakku sekalian tentu mengenal dengan siswa ini.Ya inilah Wulan. Sekarang dia kembali lagi sekolah di sini, dia ternyata tidak ingin meninggalkan sekolah ini. Kepindahan Wulan ke Jakarta ternyata setelah dirasakan tidak cocok, apalagi para siswa di sana banyak yang galak-galak dan sering mengejek Wulan,” ujar Pak Farhat Kepala Sekolah.
            Semua siswa  terdiam. Wulan tertunduk  malu; entah apa yang ada dalam hatinya. Siti sendiri kaget dengan apa yang dilihat sekarang; dalam hitungan hanya setahun, ternyata Wulan sudah berubah total. Tadinya Siti mengira kalau hidup Wulan bergelimang dengan harta benda serta hidup mewah sebagaimana layaknya  selebiriti.
            Setelah Pak Farhat meninggalkan kelas, Wulan lalu berjalan mendekati Siti yang memang sahabat dekatnya. Siti masih duduk sendiri semenjak ditinggal Wulan.
            “Siti aku mohon maaf pada kamu. Ternyata aku merasakan hidup di Jakarta itu tidak enak, bahkan popularitas sebagai penyanyi hanyalah impian belaka, semuanya bagaikan mimpi…..!” ujar Wulan dengan suara pelan tak bersemangat.
            “Jadi kamu akan kembali bersama aku di bangku ini…” tanya Siti.
            Wulan menganggukkan kepala dengan berat, sebab ia terus terang saja merasa malu tidak pamitan kepada teman sekelas saat dia pindah ke Jakarta demi mengejar karier sebagai penyanyi.
            “Syukurlah kalau kamu masih mau denganku. Kukira kamu sudah melupakan kami…” ujar Siti.
            Wulan duduk dengan tak bersemangat.
          “Kenapa kamu pindah lagi ke sini…bukankah di Jakarta lebih enak dan kamu sudah menjadi penyanyi tenar?”
            “Hidup ini bagaikan mimpi di siang hari. Ternyata pupularitas yang kuraih tidaklah lama, bahkan ayah dan ibuku tertipu ratusan juta rupiah oleh produser yang akan mengarbitkan aku melalui lagu-lagu yang diciptakan, padahal semua itu adalah tipuan belaka. Kerja keras kedua orangtuaku sia-sia belaka, semuanya menjadi  buyar. Ternyata di Jakarta banyak yang menipu kami. Bapakku habis uang ratusan juta rupiah,”
            Aku terbelalak mendengar pengakuan Wulan seperti itu. Sama sekali tidak menyangka akan berakhir menyedihkan.
            “Bukankah kamu telah menjadi juara menyanyi? Setiap hari kamu ada di TV dan semua Koran memuat tentang kamu. Tetapi mengapa bisa begini?” Siti penasaran.
            “Betul itu. Aku memang menjadi juara, namun dalam proses untuk merekam lagu membutuhkan biaya yang harus dikeluarkan sendiri. Biaya promosi, biaya itu-ini, yang akhirnya bapak harus merogoh saku sendiri. Namun ternyata produser itu menipu kami,”
suara Wulan sama sekali tak bergairah. Ia seolah tak ingin lagi menceriterakan kembali nasib tragis di ibukota.
            Siti hanya terdiam mendengar pengakuan Wulan begitu. Beberapa menit mulut Siti terbuka; seolah belum redup rasa kaget  mendengar penjelasan Wulan.
            Siti beberapa kali menarik napas panjang; ia seakan tak percaya dengan kejadian yang dialami Wulan. Namun itu semua adalah nyata yang dialami Wulan. ***Tamat
Rabu, 14 Agustus 2008
           
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar