AKU berkeinginan sekali bisa membahagiakan ibu dan bapak, sebab kulihat selama ini ibu bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup dengan berjualan sayur ke tiap-tiap rumah. Sementara bapakku tidak bekerja sudah dua tahun semenjak di PHK dari parbrik garmen. Dia sehari-hari kerjaanya bermain catur dengan teman-temannya sampai larut malam. Aku pun diajari bermain catur oleh bapakku, terkadang bermain juga sampai larut malam.
“Kamu ini jangan terpengaruh oleh bapak yang tidak ada kerjaan…hanya bermain catur! Apa untungnya? Awas kamu kalau sekolah terganggu karena bermain catur?” ibu marah padaku sebab sejak beberapa bulan ini, aku serius belajar catur dan bapakku mengajari cara bermain catur yang benar. Pulang sekolah aku langsung bermain catur dengan bapak, tentu saja Ibu akan marah kalau ketahuan aku sedang bermain dengan bapak.
“Bapak ini bagaimana? Bukannya cari kerja malah menghabiskan waktu bermain catur dengan anakmu…tuh lihat dapur sudah kosong…cari kerjalah!” ujar Ibu ketika pulang sore melihat kami tengah bermain catur.
“Aku sudah cari kerja kesana kemari…tapi Bu sekarang sulit mencari pekerjaan…jadi lebih baik aku melatih Dimas belajar catur…mudah-mudahan dia menjadi pecatur unggul!”
“Wah! Mana mungkin…sudah jangan ganggu si Dimas belajar…bapak sih ngajak-ngajak terus dia bermain catur…jadi anaknya ketagihan…bagaimana kalau nanti tidak naik kelas…bapak harus tanggungjawab!” ucap Ibu dengan nada tinggi memarahi kami.
“Nggak Bu, aku tidak lupa belajar…pokoknya ibu jangan khawatir, aku pasti naik kelas, nilaiku tidak pernah kecil, tadi ulangan IPA aku mendapat nilai 8, coba lihat sama Ibu” kataku seraya membuka tas sekolah, lalu kuberikan kertas selembar hasil ulangan tadi di sekolah..
Ibu terdiam ketika kuperlihatkan nilai IPA 8. “Pokoknya kamu harus rajin belajar…jangan menganggur terus seperti bapakmu…ibu jadi kerepotan!” ucapnya seraya berlalu meninggalkan kami.
Lama kelamaan aku semakin tergila-gila bermain catur, bahkan atas inisiatif bapakku, aku diiukutsertakan mengikuti pertandingan catur di tingkat Kecamatan, ternyata diluar dugaan aku menjadi juara pertama.”Bapak yakin, kamu mempunyai bakat sebagai pemain catur, jadi harus terus dilatih!” Bapak selalu berkata begitu, sehingga Aku semakin bersemangat untuk terus berlatih. Aku banyak membaca buku tentang teori dan praktik catur yang bisa diandalkan sebagai juara. Setiap hari aku mengasah otak agar permainan caturku semakin baik.
Sikap ibu masih tetap belum setuju melihat aku keranjingan bermain catur, walau aku sudah menjadi juara tingkat kecamatan. “Apa sih yang diharapkan menjadi juara catur, kalau sekedar piala saja…! Sudah kamu berhenti saja…kamu belajar yang rajin buat masa depanmu. Nanti kamu jadi pengangguran seperti bapak kamu,” Aku menganggukkan kepala. Untuk tidak mengecewakan ibu, maka aku menurut tidak bermain catur selama berada di rumah, namun aku bermain catur di rumah teman yang sama-sama suka bermain catur.
Prestasi di sekolah aku tetap pertahankan untuk membahagiakan ibu. Sementara diam-diam bapakku terus mengasah aku melatih catur, tanpa sepengetahuan ibu. Ketika ibu tidak ada di rumah, maka aku dilatih sejam atau dua jam. Bapak tidak pernah bosan mendorong terus agar aku menjadi pencatur andal. “Kamu pasti bisa menjadi pemain catur tingkat nasional bahkan internasional, dan kalau sudah begitu, rejeki tidak akan sulit kamu peroleh…kamu harus membuktikan bahwa dengan bermain catur bisa hidup lebih baik,” ujarnya.
Bapak diam-diam juga mendaftarkan aku untuk mengikuti kejuaraan catur tingkat kabupaten. Aku mencuri-curi waktu untuk bisa mengikuti kejuaraan catur. Untung saja, setiap mengikuti kegiatan catur, waktunya bertepatan dengan liburan sekolah, jadi sama sekali tidak menganggu aktivitas belajar. Meski beberapa kali aku gagal meraih juara, namun bagiku menjadi pengalaman yang sangat berharga, sebab aku semakin tertarik untuk bermain catur dan aku yakin siatu ketika bisa menjadi juara. Memang tidak mudah untuk menjadi juara catur tingkat kabupaten, karena banyak sekali lawan yang harus dikalahkan. Namun aku pantang putus asa, terus saja berlatih dan disiplin untuk meraih impianku.
“Ingat, kegagalan itu adalah sukses yang tertunda…jadi harus menjadi pemicu semangat untuk bisa meraih juara. Nanti ikut lagi pada lomba lain…bapak dengar-dengar sebuah perusahaan besar di Jakarta menyelenggaran perlombaan catur tingkat anak-anak SD dengan hadiah mencapai Rp 50 juta untuk juara pertama, juara kedua Rp 30 juta dan juara ketiga Rp 10 juta. Kamu akan bapak daftarkan…mudah-mudah saja menjadi juara ketiga pun sudah beruntung!” ujar bapak.
Aku tidak pernah tahu bagaimana bapak mendaftarkan perlombaan catur itu, hanya yang jelas hari sabtu pulang sekolah aku harus ke Jakarta untuk mengikuti perlombaan catur. Aku ikut saja apa yang diinginkan bapak. Sepanjang perjalanan, bapak memberikan nasihat agar berhati-hati ketika berhadapan dengan musuh. “Pokoknya sikap mental juara harus ditumbuhkan dalam diri kamu…kamu jangan merasa kalah sebelum bertanding…lawan semua musuh dengan strategi yang sudah bapak ajarkan!” katanya.
Aku menganggukkan kepala. Bapak begitu antusias berbicara catur dan sangat ingin sekali aku bisa merebut juara. “Bapak sudah bangga andaikan saja kamu bisa jadi juara ketiga…bapak ingin membuktikan kepada ibumu bahwa dengan bisa bermain catur hidup tidak akan kesusahan!” ucapnya.
Ya aku pun ingin membuktikan kepada Ibu bahwa dengan bisa bermain catur dapat menunjang kehidupan rumah tangga. Jadi pulang dari Jakarta, aku harus membawa uang buat diberikan kepada Ibu dan ibu tidak melarang aku untuk bermain catur lagi. Selama ini ibu tetap melarang aku bermain catur. Kepergian ke Jakarta pun, bukan alasan untuk mengikuti perlombaan catur, tetapi akan bertemu dengan adiknya bapak yang kebetulan tinggal di Jakarta. “Pokoknya bapak ingin bertemu dengan adikku…sudah bertahun-tahun tidak berjumpa!” begitu alasan bapak yang disampaikan kepada Ibu. Ibu menyetujui membawa aku, sebab selama ini aku sendiri belum pernah ke Jakarta.
Aku jadi tersenyum ingat kebohongan yang dilakukan bapakku. Semua itu semata-mata keinginan yang kuat agar aku bisa menjadi juara lomba catur. Aku pun hanya bisa berdoa dan berlatih sebaik-baiknya, mudah-mudahan impian bapak bisa terwujud, aku bisa menjadi juara lomba catur.
Peserta yang mengikuti perlombaan berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia. Jumlahnya mencapai ratusan orang. Aku bahagia sebab menambah teman dan bisa belajar banyak kepada yang lebih senior. Rupanya kejuaraan itu tidak hanya melibatkan anak SD, tetapi juga siswa SMP dan SMA. Suasana menjadi ramai.
Aku bertanding dengan beberapa siswa dari SD lain. Namun beruntung aku bisa mengalahkan mereka dalam babak penyisihan, sehinngga aku dinyatakan pemenang dan bisa mengikuti babak semi final. Di sini sangat alot sebab aku melawan seorang siswa dari sekolah Kristen yang sangat sulit ditaklukkan, sebab dia pun begitu kuat. Tetapi akhirnya aku bisa memenangkan setelah dia salah langkah. Aku bangga bisa mengalahkan anak berkacamata tebal itu.
Terakhir aku masuk ke babak final dan harus melawan siswa yang berasal dari Jakarta. Meski terasa lelah dan menguras banyak tenaga, namun aku tetap tenang sebab bapakku selalu memberi semangat dan menasihati agar aku memiliki sikap mental juara dalam menghadapi setiap pertandingan.
Lawan yang satu ini benar-benar sangat berat, sebab beberapa kali seri. Namun aku berdoa sekuat-kuatnya kepada Allah SWT, agar aku bisa memenangkan pertandingan catur. Bapak kulihat tegang saat pertandingan berlangsung hampir 5 jam, namun belum juga bisa dikalahkan. Tetapi diluar dugaan sama sekali, aku yang tadinya hampir kalah, mampu membuktikan sebagai juara pertama perlombaan catur itu. Betapa aku bahagia bisa memenangkan permainan catur yang melelahkan ini. Bapak bergegas memburu dan merangkul aku ketika aku bisa mengalahkan lawan yang sangat berat. Aku bahagia….uang Rp 50 juta akan kuberikan pada ibu….sebab selama ini sudah banyak utang ke warung yang belum dibayar.**** 07-08-2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar