Ketika matahari belum muncul di ufuk barat, kaki Ujang telah melangkah meninggalkan rumah. Topi khas SD menempel di kepalanya. Sementara sepatunya dipegang di tangan kiri, sebab khawatir terkena kotoran. Kantongnya yang terbuat dari kain sederhana menempel di belakang, Sudah biasa bagi Ujang kalau pergi maupun pulang sekolah, kakinya tidak menggunakan alas kaki. Orang desa sudah terbiasa berjalan tanpa menggunakan sandal. Begitu pula dengan Ujang, sepatu dipakai kalau sudah dekat sekolah. Suasana masih terasa dingin, namun lelaki berusia 6 tahun itu dengan baju seragam SD yang dikenakannya tak mempedulikan rasa dingin itu. Ia menyusuri sawah dan melewati jalan yang masih sepi. Sekolahnya cukup jauh dari rumah tempat tinggalnya. Perjalanan ditempuh lebih dari satu jam, namun ia sudah terbiasa pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.
Boleh dibilang Ujang adalah siswa yang paling jauh tempat tinggalnya. Dia harus menyeberang sungai dengan menggunakan rakit, lalu berjalan menyusuri pegunungan untuk sampai ke sekolah. Semangatnya tak pernah padam untuk menuntut ilmu, apalagi Ujang mempunyai cita-cita yang luhur ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita itu tumbuh saat ia menonton TV di rumah tetangganya.
SD yang ada di kecamatan merupakan satu-satunya sekolah bagi warga desa di situ. Meski harus menempuh jalan kaki yang jauh, namun anak-anak bersemangat untuk sekolah, karena mereka sadar tanpa sekolah, akan semakin jauh ketinggalan. SD itu belum 6 tahun berdiri, jadi sampai saat sekarang belum meluluskan siswa. Angkatan pertama hanya ada dua kelas, termasuk Ujang yang tahun sekarang akan menyelesaikan pendidikan di sekolah itu.
Hanya ada 5 orang guru yang mengajar di SD itu, termasuk Ibu kepala sekolah yang bernama Siti Aminah. Siswanyanya cukup banyak, ada 100 orang yang berasal dari berbagai desa. Sebagian besar para siswa adalah anak-anak petani, pedagang dan hanya ada beberapa orang saja, bapaknya sebagai PNS maupun pegawai honor di desa,
Meski jumlah guru tidak seimbang dengan jumlah murid yang begitu banyak, namun kelima guru tersebut yang semuanya perempuan mempunyai semangat yang tinggi untuk mengajar. Bahkan Ibu Siti, selalu berpesan kepada guru-guru agar memberikan pendidikan yang terbaik buat anak-anak, sebab mereka adalah calon pewaris bangsa dan negara. “Meski kita berada di wilayah terpencil, namun semangat kita jangan kalah dengan guru yang tinggal di kota. Kita harus membuktikan bahwa siswa yang dibina oleh kita mampu menjadi anak-anak yang dapat dibanggakan,” ujarnya.
Baru dua orang guru yang sudah diangkat sebagai PNS, yaitu Ibu Siti dan Ibu Ana, sementara tiga orang lagi sebagai tenaga honor yang sudah lama belum juga diangkat sebagai PNS, padahal ketiganya sudah beberapa kali mengikuti testing. Namun meski bukan PNS, tetapi mereka mengajar tak pernah mengabaikan, bahkan terkadang mereka harus pulang sore bila ada tugas yang belum diselesaikan. Memang honor mereka tidak seberapa, tetapi kekompakan dan rasa kekeluargaan di sekolah yang mendorong mereka tetap bertahan, serta rasa kecintaan kepada anak-anak.
Ujang menjadi murid yang mendapat perhatian dari semua guru, karena anak yang satu ini memiliki bakat kecerdasan yang berbeda dengan siswa lainnya. Bahkan terkadang para guru merasa heran dengan kepintaran yang dimiliki anak ini, sebab kalau siswa yang lain harus diberi penjelasan secara mendetail, namun Ujang cepat menangkap setiap pelajaran.
Dia tidak hanya memiliki kecerdasan otak yang luar biasa, tetapi juga menjadi panutan teman-teman di sekolahnya. Bakat sebagai pemimpin telah terlihat pada diri Ujang, ia ingin selalu memberi contoh dalam setiap kegiatan. Termasuk kedisiplinan masuk sekolah. Dia paling duluan datang ke kelas, padahal rumahnya sangat jauh.
Ketika hari senin biasanya Ujang yang datang duluan ke sekolah, dia yang akan memimpin upacara di sekolah tetapi ternyata belum juga muncul, menerbitkan tanda tanya di kalangan para guru dan siswa. Tidak hanya akan memimpin upacara, tetapi juga Ujang akan mengikuti seleksi Olimpiade fisika di Aula Dinas Pendidikan
“Kemana ya? Tidak seperti biasanya Ujang terlambat?” tanya Ibu Siti setelah melihat jam dinding yang menunjukkan tepat jam 7.00 dan upacara harus segera dimulai.
“Mudah-mudahan saja tidak ada apa-apa terjadi pada Ujang,” ujar Ibu Ana yang merupakan wali kelasnya.
Beberapa orang teman sekelas Ujang pun tidak tahu, mengapa Ujang belum juga tiba di sekolah? Terlihat di wajah para guru dan siswa, kecemasan dan kekhawatiran akan keadaan Ujang, yang memang di sekolah sebagai siswa yang dibanggakan, karena ia beberapa kali menjadi siswa teladan di sekolah.
Guru dan siswa sudah tahu kalau tempat tinggal Ujang sangat jauh dan melewati sungai citarum yang sangat besar. Ada kekhawatiran yang terpancar dalam benak mereka, sesuatu terjadi pada Ujang? Sebab sungai citarum kerapkali membawa air yang besar,apalagi di musim hujan sekarang ini.
Upacara sekolah yang dilaksanakan setiap senin berjalan sebagaimana biasanya, namun tidak terlihat Ujang sebagai pemimpin upacara. Kebetulan ada rekannya yang sudah terbiasa menjadi pemimpin upacara. Ibu kepala sekolah tidak terlalu banyak memberikan amanat pada saat upacara itu. Terlihat beberapa kali matanya selalu melihat keluar sekolah, berharap kalau Ujang datang pada saat dia sedang memberi amanat. Namun anak itu sama sekali tidak muncul.
Sampai upacara selesai, tidak terlihat batang hidung Ujang. Padahal hari senin itu, Ujang akan mengikuti seleksi Olimpiade Fisika jam 10.00, karena hanya dialah satu-satunya siswa yang memiliki kecerdasan yang jauh dibandingkan siswa yang lainnya. Rencananya Ujang akan pergi bersama Ibu Siti ke Dinas Pendidikan yang jaraknya cukup jauh dari sekolah. Mereka akan naik ojeg.
Namun Ibu Siti dibuatnya cemas, karena Ujang tidak ada kabar beritanya.
“Kenapa sampai terlambat? Apa yang terjadi pada Ujang?” tanya Ibu kepala sekolah berkali-kali seraya terlibat raut wajahnya yang cemas, sebab ia ditunggu untuk mengikuti seleksi Olimpiade Fisika.
“Aku sudah menanyakan kepada teman-temannya di kelas? Tidak ada yang tahu, soalnya rumah Ujang sangat jauh sekali,” ujar Ibu Ana.
“Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Soalnya Ujang harus hadir jam 10 di Aula Dinas Pendidikan untuk mengikuti seleksi Olimpiade?
“Susul saja oleh penjaga sekolah, Mang Warya, agar Ujang cepat datang?” kata Bu Siti.
“Ya kalau begitu, siapa tahu masih bisa disusul di jalan. Mang Warya suruh menyewa ojeg saja!”
Mang Warya yang memang mengenal Ujang, ketika disuruh menyusul, segera saja ia bergegas meninggalkan sekolah. Ojeg yang disewa Mang Warya pun langsung meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Ketika sampai di Citarum, terlihat banyak warga desa yang tengah berkumpul, tentu saja menimbulkan tanda tanya bagi Mang Warya; apa yang terjadi? Segera Mang Warya turun dari ojeg dan menanyakan kepada salah seorang warga yang ada di situ.
“Ada siswa SD yang terbawa arus air Citarum….tidak diketahui siapa nama siswa itu?” ujar seorang lelaki seraya menatap wajah Mang Warya.
Hati Mang Warya sudah nampak tegang, gelisah dan tak menentu. Mendadak dalam hatinya timbul firasat jelek tentang Ujang. Kegalauan semakin manjadi-jadi.Memang sejak tadi berangkat dari sekolah, hatinya sudah tidak karuan. Jangan-jangan yang terbawa arus air Citarum itu….? Mang Warya Gelisah, sebab dia tahu kalau Ujang adalah murid SD yang sangat dibanggakan di sekolah dan memiliki prestasi yang luar biasa.
Ujang boleh dikata menjadi kebanggaan sekolah, karena lewat kecerdasan Ujanglah sekolah itu semakin dikenal dan banyak sekolah lain yang merasa iri, sebab Ujang bisa mengharumkan sekolah. Tak heran, kalau saja hari ini, Ibu kepala sekolah merasa cemas , karena Ujang harus mengikuti seleksi olimpiade fisika.
Mang Warya menarik napas dalam-dalam. Dia melihat semakin banyak orang yang berkumpul di sungai untuk menolong anak yang tenggelam itu. Semua ribut membicarakan anak yang tenggelam itu.
“Kasihan anak itu? Bagaimana kalau orangtuanya tahu?”
“Semoga saja kedua orangtuanya diberi ketabahan!”
Beberapa orang warga saling berbincang-bincang. Mang Warya bergegas mendekati sungai. Ia ingin tahu siapakah anak yang tenggelam itu. Beberapa orang warga sudah terlihat ada di sungai dengan mengunakan perahu kayu. Sampah-sampah bertumpuk di sungai itu. Namun mereka melihat mayat tubuh anak kecil itu telungkup dengan kepala menyembul keluar. Sungguh kasihan.
Napas Mang Warya sudah turun naik, tatkala melihat kepalanya, sebab dia hapal dengan kepala itu. Rasa ingin menangis tertahan dalam dadanya, bahkan kelompok matanya telah dipenuhi air mata. Meskipun, dia bukan anaknya, tetapi Mang Warya sudah merasa dekat dengan Ujang, sebab Ujang seringkali jajan di warung istrinya dibelakang sekolah. Terkadang Ujang hanya minta minum saja ke warung, karena tidak memiliki uang.
Beramai-ramai mayat tubuh Ujang diangkat oleh warga ke atas. Keadaannya sungguh sangat mengenaskan. Tubuhnya terlihat banyak luka dan lembab, mungkin terkena benda keras. Wajahnya pun mengeluarkan darah. Mang Warya semakin yakin dengan tubuh anak itu. Dia adalah…… Ujang, anak yang cerdas dan pandai di sekolah.
Seketika Mang Ujang langsung merontok mayat itu dengan tangisan yang sendu, sebab Ujang adalah keponakannya. Dia sudah tidak mempunyai bapak lagi, karena 3 tahun yang lalu bapaknya meninggal dunia akibat penyakit jantung. Ujang tinggal bersama ibunya yang menjanda. Kini, ibu Ujang yang juga adik Mang Warya harus kehilangan anak kesayangannya.
Mang Warya membawa mayat itu dengan air mata bercucuran. Ujang ditutup dengan kain sarung. Beberapa warga pun terutama ibu-ibu tak kuasa menahan tangis melihat mayat anak kecil itu, apalagi sebagian besar ada yang tahu kalau anak itu adalah anak yang cerdas di sekolah.
Mang Warya bergegas membawa mayat ke sekolah dengan motor ojeg. Hatinya sudah tak menentu, betapa Ibu Ujang akan hancur melihat kenyataan pahit yang dialami anaknya yang kini sudah mejadi mayat. Beberapa kali Mang Warya menarik napas panjang dengan terisak-isak, seraya memegang mayat Ujang.
Tiba di halaman sekolah. Ibu Siti dan semua guru tersentak kaget dan nyaris tidak percaya melihat Mang Warya membawa mayat ke sekolah. Anak-anak yang berada di kelas seketika langsung keluar berhamburan ingin tahu siapa mayat yang dibawa Mang Warya.
“Mang, itu mayat siapa?” tanya Ibu Siti dengan suara tegang dan badan bergetar.
Semua guru bergegas mendekati Mang Warya. Pertanyaan Ibu Siti tidak dijawabnya, Mang Warya hanya menangis terisak-isak sambil memangku mayat itu.
Mang Warya berdiri dengan kaki bergetar dan napas yang turun naik serta isak tangis yang terus menerus. Ibu Situ segera saja membuka kain yang menutup wajah mayat itu. Sementara para guru dan para siswa menatap tajam ingin mengetahui; siapakah mayat itu.
Ketika dibukakan oleh Ibu Siti wajah mayat yang tertutup itu, seketika jerit tangis memecah kesunyian. Langit seakan luluh runtuh dan bumi bergoyang kencang, ketika mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri kalau mayat itu adalah…Ujang. Tak dapat terbayangkan peristiwa mencekam itu terjadi. Banjir air mata tak dapat dibendung lagi, teman sekelas Ujang melongo dan nyaris tak percaya, hari Sabtu Ujang masih berada bersama mereka. Pecah tangis tak dapat dilukiskan lagi, mereka saling berpelukan dan menangis tersedu-sedu seraya memanggil nama Ujang.
Ibu Siti seketika langsung jatuh pingsan, tak sadarkan diri menyaksikan Ujang sudah menjadi mayat, padahal hari ini Ujang akan mengikuti seleksi Olimpiade Fisika di Dinas Pendidikan, namun kini sudah menjadi mayat. Kepedihan hati tak dapat dapat terobati. Untung saja Ibu Siti tidak sampai jatuh ke tanah, sebab beberapa orang guru sudah langsung merangkulnya.
Mang Warya pun membawa Ujang ke ruangan guru dengan berjalan kaki yang terasa berat diringi tangisan para guru dan siswa yang merasa kehilangan anak yang sangat berharga di sekolah. Suasana benar-benar sangat mengharukan. Apalagi ketika mayat Ujang dibaringkan di ruang guru dalam keadaan yang sangat mengenaskan.
Hari itu juga, akhirnya Ujang dimandikan dalam keadaan darurat, sebab untuk dibawa ke rumahnya tidak memungkinkan, karena jaraknya yang sangat jauh. Ibu Siti pun menginginkan Ujang dikuburkan di belakang sekolah, sebab Ujang telah mengharumkan nama sekolah dengan kecerdasannya yang luar biasa.
Ibu Ujang beberapa kali jatuh pingsan saat tiba di sekolah dan menyaksikan pemandangan yang membuat jiwanya tergoncang hebat. Ia tak kuasa melihat mayat anaknya yang sudah terbungkus kain kafan. Beberapa kali ia memanggil-manggil nama anak kesayangannya. Ujang adalah satu-satunya anak yang selama ini menjadi kebanggaan, namun kini sudah terbujur kaku. Ibunya masih ingat, saat Ujang hendak pergi ke sekolah berkata :”Bu, doakan Ujang akan ikut Olimpiade Fisika, semoga semoga berhasil!”
Itulah kalimat terakhir yang sekarang masih terngiang di telinga ibunya. Saat itu, Ujang belum melangkahkan kaki, tetapi masih berdiri di halaman rumah, seolah ada sesuatu yang menghalangi saat berangkat, sehingga ibunya menegur:”Kenapa belum berangkat, bukankan hari ini kamu akan ikut seleksi olimpiade fisika di Dinas Pendidikan bersama Ibu kepala sekolah?”
Ujang menatap ibunya, lalu membalikkan badan. Ibu Ujang masih berdiri melihat anaknya berjalan kaki ke sekolah, hingga Ujang menghilang di belokan. Itulah detik-detik terakhir sebelum Ujang terbawa arus air sungai citarum.
Sore itu hujan rintik-rintik dari langit seakan ikut bersedih mengiringi kepergian seorang anak yang cerdas. Mayat dimasukkan ke liang lahat dengan diiringi derai air mata dari seluruh murid, guru dan warga masyarakat yang ikut menyaksikan mayat Ujang dikuburkan. Suasana haru, sedih dan gelisah bercampur menjadi satu saat tubuh Ujang semakin dipadati dengan tanah.
Air mata terus bercucur dari orang-orang yang sangat mencintai Ujang. Bagi mereka, Ujang adalah pahlawan yang tersimpan dalam hati mereka yang sangat mendalam, apalagi selama ini Ujang nyaris tidak ada cacat. Ia adalah sosok peribadi yang patut diteladani dan sangat rajin beribadah.
Ujang selamat tinggal, semoga kecerdasan kamu mengalir pada anak-anak di sekolah ini, bisik Ibu kepala sekolah seraya menyusut air matanya yang tanpa henti terus mengalir deras.***Tamat
Sabtu, 20 Desember 2008
Casino queen slot online
BalasHapusCasino queen slot online. 1. 카지노사이트 1. Welcome クイーンカジノ Bonus 100%. Free Spins Bonus fun88 vin 500% up to $1,000. Casino Queen slot online. 5. 7. The