Selasa, 21 Juni 2011

Guruku Idolaku


            IBU Popi dikenal di sekolah sebagai sosok guru yang cantik dan disukai anak-anak. Dia baru menjabat sebagai kepala sekolah dua bulan yang lalu. Meski sekolah kami berada di daerah agak terpencil, namun Ibu Popi mau bertugas di tempat yang sangat jauh. Kehadiran ibu guru yang baru itu membawa kebahagiaan bagi anak-anak, sebab ternyata beliau bisa memberi motivasi anak-anak untuk semangat belajar.
            Semua siswa sangat segan dan hormat kepada beliau, apalagi bila Ibu Popi tengah menerangkan pelajaran matematika, tidak ada siswa yang berani ngobrol atau bermain-main tidak menentu. “Ingat, belajar matematika itu tidak sulit, hanya kalian harus rajin berlatih setiap hari…kalau ada yang tidak mengerti, tanyakan langsung kepada ibu!” ujarnya seraya membetulkan kacamatnya.
            Pelajaran matematikan yang semula ditakuti anak-anak, sekarang berubah menjadi pelajaran yang sangat disenangi, apalagi Ibu Popi bisa menggunakan metode belajar dengan cara berlatih bersama dan setiap siswa yang sudah bisa wajib memberitahu kepada  yang belum mengerti. “Jadi ibu ingatkan, kalian jangan pelit dengan ilmu, kasih tahu teman-teman pada saat sedang belajar kelompok, ….ingat siapa yang memberikan ilmu, maka orang itu mendapat pahala yang berlipatganda. Tetapi barang siapa yang menyembunyikan ilmu, dia diancam neraka!” ujarnya.
            Tidak heran kalau anak-anak SD Desa Sukagalih terlihat bersemangat belajar dan diluar dugaan sejak Ibu Popi menjadi pimpinan sekolah banyak terjadi perubahan termasuk siswanya mampu menjadi juara lomba matematika tingkat kabupaten. Tentu saja, dalam beberapa tahun saja, sekolah ini menjadi perbincangan warga desa, karena anak-anaknya cerdas dan bisa masuk sekolah negeri.
            Ibu Popi memang sarjana lulusan Universitas Pendidikan Indonesia {UPI} yang menguasai metode percepatan belajar siswa, sehingga dia diusulkan sebagai guru teladan. Dia dipandang berhasil mengembangkan metode pembelajaran yang bisa diterapkan anak-anak SD. Dalam  seleksi pemilihan guru teladan, Ibu Popi terpilih dengan nilai yang tinggi dibandingkan  guru-guru yang lain. Sudah barang keberhasilan terpilih sebagai guru teladan mengharumkan nama sekolah dan Desa Sukagalih.
            Kami sebagai siswa sangat bangga mempunyai guru yang begitu tinggi dedikasinya kepada sekolah. Setiap hari Ibu Susi berangkat sekolah menggunakan ojek motor yang sudah menjadi langganan. Pagi-pagi sekali, beliau sudah datang ke sekolah, sebelum guru dan siswa berdatangan. Dia mengecek guru yang akan mengajar hari itu. Bila ada guru yang berhalangan hadir, maka dengan segera dia menggantikan gutu tersebut agar siswa tetap bisa belajar. Tidak heran dengan semangat tinggi, banyak guru  yang merasa bangga memiliki sosok kepala sekolah yang besar pengabdiannya pada sekolah.
            Namun suatu ketika desa kami mengalami  banjir yang sangat besar.  Hujan sejak pagi mengguyur desa kami, sehingga sungai Ciwulan menjadi penuh air kotor. Akibatnya air memenuhi jalan-jalan dan rumah penduduk, tentu saja banyak warga yang terpaksa mengungsi ke tempat yang aman. Tidak hanya air hujan yang besar, mendadak diluar perkiraan kami, ada angin  puting beliung yang menerjang rumah penduduk.
            Angin itu begitu kencang dan menyambar rumah-rumah penduduk, sehingga dalam sekejap banyak yang runtuh dan ambruk. Warga cemas dengan kejadian yang baru pertama kali itu, apalagi korban pun menyusul berjatuhan sehingga beberapa warga tewas tertimpa bangunan rumah. Suasana benar-benar sangat mencekam tatkala angin puting beliung itu menerjang desa kami.
            Kesedihan terasa di wajah penduduk Desa Sukagalih akibat musibah banjir dan angin puting beliung. Sekolah pun terpaksa diliburkan karena tidak memungkinkan untuk belajar. Dua hari kami tidak masuk sekolah karena banyak korban yang meninggal dunia.
            Ketika hari ketiga kami masuk sekolah, kami tidak melihat Ibu Popi berada di sekolah. Hanya ada beberapa guru saja yang terlihat wajahnya diliputi kesedihan dan nampak mereka berurai air mata. Kami tidak tahu penyebabnya. Tapi Pak Heri, guru IPA di sekolah menyuruh kami berkumpul dihalaman sekolah karena ada sesuatu yang akan disampaikan,
            Kami pun segera berkumpul di halaman sekolah dengan berbaris, layaknya akan melaksanakan upacara. Kami ingin segera mengetahui, apa yang akan disampaikan oleh Pak Heri itu. Namun kami melihat wajah Pak Heri diliputi duka yang tiada terkira. Matanya merah karena terus menangis. Kami menjadi penasaran, apa sesungguhnya yang terjadi?
            Ketika semua siswa sudah berkumpul, kemudian Pak Heri berkata:
            “Anak-anakku sekalian, hari ini kita kehilangan seorang guru yang sangat besar jasanya terhadap sekolah kita…perlu bapak sampaikan kepada kalian bahwa Ibu Popi….” Pak Heri tak kuasa menyebutnya, ia telah terlebih dahulu menangis dihadapan para siswa.
            “Ada apa dengan Ibu Popi?” teriak anak-anak cemas.
            “Kalian harus tabah dan sabar menghadapi musibah ini….Ibu Popi telah meninggal dunia pagi tadi di rumah sakit….!”
            Suasana mendadak histeris dan beberapa siswa menangis bahkan ada yang pingsan ketika mendengar Ibu Popi meninggal dunia. Mereka belum percaya dan tidak bisa menerima takdir kematian guru yang sangat dicintainya.
            “Kenapa beliau meninggal dunia dan sekarang mayatnya dimana?” teriak kami dengan suara gemetar menahan duka.
            “Beliau tertimpa benteng rumah yang terkena angin puting beliung…sudah dibawa kerumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong dan sekarang mayatnya sudah ada di rumah, akan dikuburkan sore ini!” ujar Pak Heri dengan suara berat tersedu-sedu.
            Para siswa tak dapat menahan emosinya. Mereka saling berangkulan dan menangis terisak-isak mendengar berita itu. Jerit histeris membahana di halaman sekolah. Sungguh kami tidak menyangka kalau Ibu Popi akan secepat itu dipanggil Allah Subhanahu wata ala. Terbayang wajah beliau yang cantik saat mengajar dan begitu mencintai kami.
            Hari itu juga para siswa berjalan kaki menuju rumah duka Ibu Popi. Meski perjalanan lebih dari 3 km, namun anak-anak tak peduli dengan jarak yang jauh itu. Sepanjang jalan kami terus menerus menangisi kepergian beliau. Kami masih belum yakin dan tidak percaya sebelum kami melihat jasadnya.
            Kami tiba di rumah duka. Suasana benar-benar sangat menyentuh kalbu karena warga desa tumpah berdatangan ketika mendengar Ibu Popi tewas tertimpa bangunan rumah. Para siswa meratapi Ibu Popi yang sudah terbujur kaku dibungkus kain kafan ditengah rumah. Mereka tak dapat menyembunyikan kesedihan yang mendalam. Masih belum percaya apa yang sedang mereka lihat. Hujan air mata seakan tidak berhenti
            Kami berderai air mata saat jenazah Ibu Popi akan diberangkatkan ke pekuburan yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Semua warga desa tak dapat menahan air mata, apalagi ketika jenazah sudah mendekati pekuburan.
            “Selamat jalan guru kami, kami akan mencontoh dan belajar dari ibu yang banyak memberi manfaat bagi kami,” ucap kami seraya menyeka air mata, ketika jenazah Ibu Popi dimasukkan ke liang lahat. Duka mendalam seakan sulit untuk bisa dihilangkan. Kami sangat kehilangan sosok guru yang selama ini telah mengubah jalan hidup kami. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa dan kesalahannya dan memberi tempat yang indah di alam barzah, demikian seuntai doa yang disampaikan salah seorang guru saat penguburan telah selesai.***
                                                                                    Bandung, 01 Agustus 2010.
           
             

1 komentar: